Sembahyang Rebut (Chit Ngiat Pan) RITUAL PERJAMUAN ARWAH GENTAYANGAN
ADAT kepercayaan warga Tionghoa, mempercayai pada tanggal lima belas bulan tujuh tahun Imlek, pintu akherat terbuka lebar. Arwah-arwah yang berada di dalamnya akan keluar dan bergentayangan di dunia.Di dunia mereka terlantar dan tidak terawat, sehingga para manusia akan menyiapkan ritual khusus untuk mereka ini berupa pemberian bekal berupa makanan, pakaian dan uang agar para arwah ini tidak mengganggu manusia di dunia.
Oleh sebab itu setiap tanggal lima belas bulan tujuh, warga Tionghoa di Provinsi Bangka Belitung selalu mengadakan ritual sembayang rebut atau disebut Chit Ngiat Pan di setiap kuil dan kelenteng.
Selain dikunjungi oleh warga Tionghoa yang memang ingin mengikuti ritual sembayang, juga datang warga lainnya yang sekedar ingin menyaksikan ritual yang dipenuhi nuansa mistis.
Sejak pukul 16.00 WIB para pengunjung biasanya sudah mulai berdatangan untuk mengikuti ritual sembanyangan yang dimulai dengan pembacaan doa dengan diiringi pembakaran hio di dalam kuil.
Suasana di dalam dan di luar kuil penuh dengan sesajian berupa makanan, minuman, buah-buahan. Lalu di halaman kuil, sesajian ditelakkan disebuah altar besar. Sesajian inilah yang menjadi jamuan bagi para arwah gentayangan. Selain itu juga dipajang uangan-uangan dan pakaian dari kertas yang juga diperuntukkan bagi arwah.
Rebutan Sesaji Suasana mistis sudah terasa sejak matahari terbenam. Puluhan umat memberikan penghormatan yang diiringi panjatan doa-doa untuk keselamatan dan keberkahannya. Aroma hio menyebar diantara heningnya suasana khusuk umat yang sedang berdoa.
Menjelang tengah malam, jejamuan yang dihidangkan dianggap sudah cukup dinikmati oleh para arwah. Pada saat itu, prosesi ritual dilanjutkan dengan upacara rebutan sesaji yang berada di atas altar persembahan.
Rebutan ini dapat ikuti oleh seluruh pengunjung. Dimulai dengan aba-aba pertanda dimulai, pengunjung akan saling berebutan untuk mendapatkan apa saja yang ada di atas altar. Upacara rebutan inilah yang menjadikan Chit Ngiat Pan terkenal dengan Sembayang Rebut. Ada kepercayaan, para peserta yang ikut prosesi rebutan akan mendapat bala (musibah), kalau tidak mendapatkan apa-apa. Jadi biasanya peserta akan mengambil apa saja yang ada, agar terhindar dari bala.
Oleh karena takut tidak medapatkan apa-apa, ritual rebutan ini selalu penuh dengan semangat dari peserta. Mereka mengerahkan semua kekuatannya. Adu cepat dan kuat di antara peserta menjadikan ritual rebut menjadi tontonan yang sangat menarik.
Namun, walaupun semua peserta berlomba merebut sesaji dengan mengandalkan kekuatan otot, jarang sekali terjadi tindakan anarkis di antara peserta. Kemistisan ritual yang sudah terasa sejak sore hari melingkupi tempat berlangsungnya acara, mampu meredam emosi peserta untuk tidak melaksakan hal-hal yang merusak suasana khusuk. Pembakaran Thai Se Ja Puncak acara ritual adalah pembakaran patung Thai Se Ja, Dewa Akherat yang disimbolkan pada sebuah patung, yang akan membawa para arwah kembali ke alam akherat. Patung Thai Se Ja adalah sosok raksasa yang sedang duduk dengan mata melotot.
Di tangan kanan, Thai Se Ja memegang alat tulis dan tangan kiri memegang buku. Dengan jubah yang berkilauan, dan sorot mata yang menyeramkan, patung Thai Se Ja nampak sangat menakjubkan. Bersama patung Thai Se Ja, juga ikut di bakar sesaji berupa uang-uangan, baju-baju dari kertas, dan miniatur rumah juga dari kertas.
Semuanya ini adalah proses pengiriman sesaji bagi para arwah, di mana sesaji-sesaji ini akan mereka gunakan dalam perjalanan menuju alam akherat.
Puncak acara berupa pembakaran patung Thai Se Ja, berarti menandakan arwah-arwah gentayangan telah kembali ke dunianya lagi. Dan manusia di dunia kembali dapat melanjutkan hidupnya kembali tanpa takut diganggu arwah-arwah yang gentayangan.
Prosesi pembakaran Thai Se Ja selalu khidmat dan diikuti dengan perhatian penuh dari pengunjung. Kehenginan dan dinginnya udara tengah malam, ditambah terangnya cahaya bulan purnama, membuat aroma akherat sangat kental terasa melingkupi para pengunjung.
Ramai dikunjungi Untuk memeriahkan acara, sebelum acara puncak, disekitar kuil tempat prosesi ritual, selalu diadakan berbagai acara hiburan berupa atraksi-atraksi ketangkasan khas thiongho dan pertunjukan barongsai.
Inilah salah satu daya tarik dari ritual sembayang rebut ini sehingga selalu ramai dikunjungi masyarakat setiap tahunnya.
Di Kabupaten Bangka, dari sekian banyak kuil yang ada, ritual sembayang rebut, biasanya paling ramai dikunjungi umat, diselenggarakan di Kuil Thai Pak kung, yang berada di Desa Merawang, Kecamatan Merawang, atau Jalan Raya Sungailiat-Pangkalpinang. (Sekitar 13 km dari Sungailiat). Para pengunjung datang dari berbagai kota di sekitar Sungailiat, Pangkalpinang, dan dari kota-kota di Kabupaten Pemekaran. Tak jarang pula hadir warga dari luar Provinsi yang menyempatkan diri untuk melakukan sembayang di tanah Bangka.
Pada hakekatnya, ritual sembayang rebut ini dalam perspektif adat kepercayaan warga Tionghoa adalah upaya manusia untuk saling membantu. Dengan memberikan sedikit dari apa yang dimilikinya bagi ritual ini berarti manusia telah melaksanakan sikap saling membantu dan mengasihi kepada sesama makluk Tuhan, apapun wujudnya.
Selanjutnya, manusia hanya dapat mengharapkan berkah dan keselamatan bagi hidupnya di dunia ini, dengan panjatan doa-doa kepada yang maha kuasa.
sumber:http://merito.wordpress.com/2007/08/17/sembahyang-rebut-chit-ngiat-pan-ritual-perjamuan-arwah-gentayangan/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar