Sembahyang Rebut (Chit Ngiat Pan) RITUAL PERJAMUAN ARWAH GENTAYANGAN
ADAT kepercayaan warga Tionghoa, mempercayai pada tanggal lima belas bulan tujuh tahun Imlek, pintu akherat terbuka lebar. Arwah-arwah yang berada di dalamnya akan keluar dan bergentayangan di dunia.Di dunia mereka terlantar dan tidak terawat, sehingga para manusia akan menyiapkan ritual khusus untuk mereka ini berupa pemberian bekal berupa makanan, pakaian dan uang agar para arwah ini tidak mengganggu manusia di dunia.
Oleh sebab itu setiap tanggal lima belas bulan tujuh, warga Tionghoa di Provinsi Bangka Belitung selalu mengadakan ritual sembayang rebut atau disebut Chit Ngiat Pan di setiap kuil dan kelenteng.
Selain dikunjungi oleh warga Tionghoa yang memang ingin mengikuti ritual sembayang, juga datang warga lainnya yang sekedar ingin menyaksikan ritual yang dipenuhi nuansa mistis.
Sejak pukul 16.00 WIB para pengunjung biasanya sudah mulai berdatangan untuk mengikuti ritual sembanyangan yang dimulai dengan pembacaan doa dengan diiringi pembakaran hio di dalam kuil.
Suasana di dalam dan di luar kuil penuh dengan sesajian berupa makanan, minuman, buah-buahan. Lalu di halaman kuil, sesajian ditelakkan disebuah altar besar. Sesajian inilah yang menjadi jamuan bagi para arwah gentayangan. Selain itu juga dipajang uangan-uangan dan pakaian dari kertas yang juga diperuntukkan bagi arwah.

Senin, 26 September 2011
Hakka dan Bangka
Oleh : Eddy Prabowo Witanto (Program Studi Cina, Fakultas Sastra, Universitas Indonesia).
FORUM DISKUSI MENGUPAS SEJARAH MASYARAKAT HAKKA (KHEK) DI PULAU BANGKA DAN BELITUNG. Pangkal Pinang, Bangka, 3 Februari 2000
Masyarakat suku Hakka merupakan komunitas masyarakat asli Tionghoa yang dibesarkan dilingkungan yang terisolir dari penduduk setempat, akan tetapi mereka masih kental memelihara dan menjaga budaya asli Tionghoa.
Sejarah Umum Masyarakat Hakka Cina sebagai satu kesatuan budaya terdiri dari berbagai suku bangsa. Satu dari 56 suku bangsa yang ada di Cina adalah suku bangsa Han. Suku tersebut merupakan satu suku bangsa yang besar dan mendominasi dalam jumlah, yaitu sekitar 94% dari total penduduk Cina (cf. Gondomono, 1997), oleh karena itu, dalam berbagai penelitian tentang masyarakat dan kebudayaan Cina kita kenal apa yang disebut orang Han. Suku bangsa Han sendiri sebenarnya bukanlah sebuah suku bangsa yang utuh karena di dalamnya masih terbagi-bagi lagi dalam berbagai sub suku bangsa, antara lain Yue atau Punti atau Bendi (kita kenal sebagai orang Kanton atau Kwongfu) mengokupasi hampir seluruh wilayah propinsi Guangdong, Min (dikenal sebagai orang Hokkian) dari propinsi Fujian, Shandong, Hakka atau Khek atau Kejia, Sichuan, Shanghai, Tiochiu, Xinjiang-Uygur (kelompok minoritas yang beragama Islam), Hui, dan lainnya.
Masing-masing memiliki karakteristik kehidupan sosial dan ekonomi yang khas. Oleh para ahli bahasa (linguist), seringkali suatu sub suku bangsa masih dibedakan lagi dalam beberapa penutur dialek, seperti orang-orang Min yang mayoritas adalah orang Hokkian masih terbagi dalam 5 penutur dialek, diantaranya adalah Hinghua (Xinghua), Fuzhou (Foochou), dan sebagainya. Dengan demikian, dapatlah secara singkat kita ketahui bahwa Cina tidaklah merupakan suatu masyarakat yang homogen.
FORUM DISKUSI MENGUPAS SEJARAH MASYARAKAT HAKKA (KHEK) DI PULAU BANGKA DAN BELITUNG. Pangkal Pinang, Bangka, 3 Februari 2000
Masyarakat suku Hakka merupakan komunitas masyarakat asli Tionghoa yang dibesarkan dilingkungan yang terisolir dari penduduk setempat, akan tetapi mereka masih kental memelihara dan menjaga budaya asli Tionghoa.
Sejarah Umum Masyarakat Hakka Cina sebagai satu kesatuan budaya terdiri dari berbagai suku bangsa. Satu dari 56 suku bangsa yang ada di Cina adalah suku bangsa Han. Suku tersebut merupakan satu suku bangsa yang besar dan mendominasi dalam jumlah, yaitu sekitar 94% dari total penduduk Cina (cf. Gondomono, 1997), oleh karena itu, dalam berbagai penelitian tentang masyarakat dan kebudayaan Cina kita kenal apa yang disebut orang Han. Suku bangsa Han sendiri sebenarnya bukanlah sebuah suku bangsa yang utuh karena di dalamnya masih terbagi-bagi lagi dalam berbagai sub suku bangsa, antara lain Yue atau Punti atau Bendi (kita kenal sebagai orang Kanton atau Kwongfu) mengokupasi hampir seluruh wilayah propinsi Guangdong, Min (dikenal sebagai orang Hokkian) dari propinsi Fujian, Shandong, Hakka atau Khek atau Kejia, Sichuan, Shanghai, Tiochiu, Xinjiang-Uygur (kelompok minoritas yang beragama Islam), Hui, dan lainnya.
Masing-masing memiliki karakteristik kehidupan sosial dan ekonomi yang khas. Oleh para ahli bahasa (linguist), seringkali suatu sub suku bangsa masih dibedakan lagi dalam beberapa penutur dialek, seperti orang-orang Min yang mayoritas adalah orang Hokkian masih terbagi dalam 5 penutur dialek, diantaranya adalah Hinghua (Xinghua), Fuzhou (Foochou), dan sebagainya. Dengan demikian, dapatlah secara singkat kita ketahui bahwa Cina tidaklah merupakan suatu masyarakat yang homogen.
Langganan:
Postingan (Atom)